watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

LADY IN RED

Tiga bulan sesudah dilantik selaku Direktur Cabang
sebuah BUMN di kota X, penyakitku kambuh.
Keinginan berdandan sebagai perempuan terus
mengejar sanubariku. Bagaimana caraku agar
keinginan ini bisa kudapatkan tanpa mengganggu
atau mengancam karirku sebagaimana selama
hampir 10 tahun ini aku mampu manyimpan rapat-
rapat karakter serta hobbiku tanpa seorangpun
yang mengetahuinya. Tidak juga istri maupun
keluargaku dan tidak juga teman kantor serta para
relasiku.
Aku punya locker di kantorku dengan kunci
password yang ditanggung aman. Disitu aku
simpan dalam satu tas ukuran sedang berbagai
perabot wanita. Dari busana yang ringkas dan
praktis, wig, kosmetik, parfum. Bahkan aku juga
menyimpan dildo yang kubeli saat melawat ke
Hongkong. Dildo yang berbentuk kontol Negro
yang gede panjang.
Pada waktu-waktu tertentu di sore hari sesudah
para pegawai pulang, ketika hasrat syahwatku hadir
namun kondisi pekerjaan tidak memungkinkan aku
bersenang-senang, aku keluarkan dildo itu. Dengan
sepengetahuan Satpam bahwa aku kerja lembur,
aku menginci pintu ruanganku dan kucopot
pakaianku hingga setengah telanjang.
Aku dirikan dildo karet yang bisa duduk di lantai itu
dan aku oleskan 'baby oil' pada bonggol kepala dan
batangnya. Dengan mengkhayal seolah sedang
diperkosa budak Negro, aku mendorongkan
pantatku dan menekan kontol palsu itu masuk ke
lubang duburku. Aku bisa mengerang karena
enaknya sambil ngocok kontolku hingga spermaku
muncrat di lantai. Duuhh.. Nikmatnya tak terkira.
Pada Jumat jam 7 malam aku tasku yang berisi
perabot wanita kuambil dari lockernya. Aku
cangking turun dari kantor dan kulemparkan ke
bagasi BMW-ku. Aku ingin bersenang-senang di
akhir pekan ini. Aku cukup keluar kantor dan
mencari parkir yang aman untuk dandan. Biasanya
aku parkir di basement Hotel Mandarin dengan
membayar tiket parkir dua ribu rupiah.
Untuk kondisi macam ini aku sudah menyiapkan
perangkat dan pakaian wanita yang serba praktis.
Aku bisa cukup mengganti kemejaku dengan blus
kembang-kembang yang ada di tasku. Atau apabila
diinginkan ada juga rok bawahan yang praktis yang
akan menggantikan celanaku. Demikian pula untuk
make up dan wig-nya.
Sepuluh menit kemudian aku sudah
ber-'metamorphosis'. Aku bukan lagi Ir. John Emil,
MA yang direktur Cabang BUMN. Aku sudah
berubah menjadi Emilia, waria favorit Taman
Lawang.
Dengan BMW yang sama kini aku keluar dari
basement Mandarin untuk meluncur ke jalan
Kebumen dimana aku bisa memarkir mobilku
dengan aman. Aku pilih tempat ini, agar kalau ada
yang ngenali mobilku nampak seakan aku sedang
bertamu di salah satu rumah elite di tempat itu. Aku
akan keluar dari mobilku dengan sepatu hak
tinggiku. Sembari menyodorkan Rp. 50 ribu sama
tukang parkir aku meninggalkan mobilku menuju
gerombolan teman-teman senasib dan
sepenganggungan sebagai sesama waria di Taman
Lawang.
Dari jauh, karibku Elsye nampak melambaikan
tangan. Aku nyamper ke sana. Duuhh.. Betapa
sangat merindukan suasana ketemu para sahabat di
tempat ini.
"Hai, kemana aza kamu? Sudah begitu lemong.
Sibuk dengan job ya?".
Demikian kami saling bertegur sapa. Mereka sama
sekali nggak tahu siapa sesungguhnya aku. Aku
ajak teman-teman ke warung Wak Mun di samping
gardu. Aku traktir mereka makan atau minum
sepuasnya. Aku bilang ada sedikit rejeki.
Pada saat itulah muncul Sony, anak buahku di
kantor. Dia adalah Purchasing Manager yang
hampir setiap hari harus memberikan laporan
kegiatannya padaku. Tentu saja aku hampir pingsan
dengan kehadirannya. Tanpa kuduga tiba-tiba..
Srokk.. Dia telah duduk di seberang mejaku. Adakah
dia sengaja mengikuti aku dan mau
mempermalukanku? Aku hendak lari menghindar
namun posisi dudukku tak memungkinkan. Aku
berada di tengah teman-temanku. Akhirnya yang
bisa kulakukan hanyalah pasrah.
Sony terus memandangi aku. Dan aku tertunduk
untuk tidak tertatap matanya. Aku yakin dia tahu
bahwa aku adalah boss-nya. Aku merasa nasibku
kini berada di ujung tanduk. Dan Sony akan
mendorong aku ke pinggir jurang yang kemudian
dengan tertawanya yang lepas dia akan mendorong
aku terjun menjemput mautku. Aku gemetar.
Wajahku pucat pasi. Keringat dinginku mengalir
deras.
"Kamu sakit Mil", Dessy yang rupanya
memperhatikanku menyaksikan perubahan
wajahku dan keringat dinginku.
Aku cepat bangkit dan menghindarkan perhatian
khusus dari teman-temanku. Aku berusaha
menjauh dari warung Wak Mun. Aku melepaskan
diri dari perhatian Sony. Namun tindakanku itu
justru menghasilkan sebaliknya. Ketika aku ber-
akting seakan menunggu tamu, tiba-tiba dari
belakang Sony menegur aku.
"Hai Emil..", dan langsung meraih kemudian
meremasi tanganku.
Terus terang aku kembali nyaris pingsan. Namun
saat aku merasakan remasan tanganku, aku
tersadar. Aku rasa sejak awal tadi perasaan takut
dan khawatir telah mendominasi diriku. Sony yang
tiba-tiba muncul di depanku aku pandang sebagai
ancaman bagiku. Aku berprasangka buruk dan
akibatnya siksaan batin memukul aku. Aku bernafas
panjang, rasa sesak di dadaku mengurang. Aku
mencoba membalas remasan Sony.
Sebenarnya tanpa sepengetahuannya selama ini aku
mendendam syahwat birahi pada Sony. Setiap aku
bertemu dia, kecenderungan seksualku yang
memang keperempuan-perempuanan mengkhayal
seandainya aku berkesempatan satu ranjang dan
sama-sama bertelanjang, aku akan
mempersembahkan nikmat seksual pada Sony.
Aku siap menjadi budak seksnya. Aku akan
menjilati tubuhnya yang sangat macho dan
menawan itu.
Tampang dan postur Sony mengingatkan aku pada
Herman Felani, yang bintang film itu. Dia memiliki
pesona seksual. Aku rela untuk menyedoti apapun
yang keluar dari tubuh Sony. Aku akan menciumi
seluruh bagian-bagian tubuhnya. Aku akan menjilati
dan mengulum bulu-bulu tubuhnya. Aku akan
membiarkan keringat larut dalam ludahku untuk
kemudian menyedotinya.
Namun sehari-hari di kantor, hal itu tak mungkin
aku ungkapkan. Aku adalah atasannya. Dan sebagai
Direktur Cabang, aku dikenal berwibawa di depan
jajaran karyawanku. Dan mati-matian aku usahakan
untuk tak akan ada issue atau rumor negatif tentang
aku di lingkungan kantorku dan karirku secara
umum.
Sony merapat ke tubuhku dan berbisik, "Ke Hotel
yok..".
Aku yang baru saja terbebas dari was-was dan rasa
takut tidak langsung mengiyakan. Terus terang aku
ingin berasyik masyuk dengannya. Saat ini yang
kuperlukan adalah terhapusnya sama sekali rasa
was-was dan menakutkan tadi. Sony lebih
merapatkan ke tubuhku hingga aku merasakan
adanya tonjolan di celananya yang mendesak
pantatku. Kontol Sony telah tegak kaku.
"Ke Hotel yok.. Aku pengin menjilati kamu..",
rayuan vulgarnya dilemparkan ke aku. Dan aku
langsung rontok. Hasrat birahiku terdongkrak oleh
rayuan vulgar dari anak buahku sendiri itu. Aku tak
pernah membayangkan sebelumnya bahwa ini
akan terjadi pada diriku. Dan anak buahku yang
memiliki pesona seksual itu nyata kini terpesona
padaku.
Rasanya kami akan saling memacu gelora syahwat
kami. Kami yang saling terpesona akan
menumpahkan segala hasrat terpendam kami. Dan
yang terpenting adalah aku mulai yakin Sony sama
sekali tidak mengetahui siapa sebenarnya aku. Dan
aku yakin, seandainya dia tahu, dia tak akan
memiliki keberanian untuk berlaku macam yang
sedang dia lakukan padaku sekarang ini.
Kini aku berani memandang matanya. Dan aku
melihat di kedalaman pusat matanya, seorang lelaki
yang doyan kontol sedang dilanda hasrat birahi
yang dahsyat. Lelaki itu bernama Sony yang adalah
anak buah Ir. John Emil, MA di kala siang hari. Yang
malam ini mengalami 'methamorphosis' menjadi
Emilia, waria favorit Taman Lawang.
Dengan naik taksi, dia berhasil membawa aku ke
Motel Cempaka Putih. Sepanjang perjalanan menuju
ke sana, tak berhentinya Sony menggarap tubuhku.
Dia 'nyungsep' di dadaku dan mengisapi pentil
susuku. Aku bergelinjangan. Itulah pemanasan
hasrat seksual atau semacam 'foreplay' untuk
memasuki pergulatan tanpa batas di ranjang motel
nanti.
Apabila ada acara di luar kantor aku hampir selalu
menjadi leader dan membayari semua akomodasi
dan makan minum yang dikeluarkan. Namun kali
ini, Sony menjadi leader. Aku geli memikirkannya.
Kini dia membayar semuanya demi bisa
mendapatkan pelampiasan syahwatnya padaku.
Kalau dia tahu.. Ha ha..
Namun aku yang memang membawa dendam
pesona aku mencoba mengambil peran aktif. Begitu
memasuki kamar motel yang romantis ini aku
langsung memagutinya. Dia menyambut dengan
pagutannya pula. Kemudian aku merosot jongkok.
"Mas, copoti dulu pakaiannya ya, nanti lecek. Istri
Mas bisa curiga".
Aku melepasi sepatu dan kaos kakinya, ikat
pinggangnya, kemejanya, celananya, celana
dalamnya. Aku seperti istri setia yang menyambut
suami tercintanya. Aku sangat menikmati peranku.
Dan kini terpampang tubuh telanjang Sony. Tak
kuasa aku menahan diriku. Aku jamah kontolnya
yang wooww.. Demikian tegak kaku. Ukurannya
normal. Namun kontol itu merupakan bagian
pesona seksual yang tak terpisahkan dari postur
dan tampang Sony. Aku mengelusinya dan
kemudian menciumnya.
Aku menjadi sangat dahaga. Aku keranjingan.
Kontol Sony menyeret aku dalam badai nafsu
birahiku. Aku dorong dia rebah ke ranjang. Aku
menciuminya, menjilatinya, menggigit-gigit dan
mengulumnya. Kontol itu aku isep dan kulum dari
pangkalnya hingga ke bonggol kepalanya. Aku jilati
lubang kencingnya. Aku mendesah dan merintih,
"Mass.. Kontolmu Mas.. Aku mencintai
kontolmuu..", sambil kumasukkan bonggol
kepalanya ke mulutku. Aku mulai mengulumnya
dan kemudian memompakan ke mulutku. Mulutku
merasakan asin precum campur keringatnya.
Aku terus memompa sambil memainkan lidahku.
Sony mendesah-desah. Tubuhnya menggeliat
menahan gelinjang. Tangannya meremasi kain
seprei atau sarung bantal motel itu. Pantatnya
mengejat naik turun menjemputi mulutku. Hingga
tiba-tiba Sony menyambar rambutku dan seakan
hendak mencabik-cabiknya sambil meracau hebat,
"Anjing jalanan kamu.. Emut terus kontolku.. Kamu
minum yaa.. spermakuu.. Ooaarrcchh..", sambil
menekan kepalaku hingga kontolnya menekan
lubang tenggorokanku. Sony mendapatkan
ejakulasinya.
Spermanya yang panas dan kental muncrat
menyirami langit-langit mulut dan tenggorokanku.
Kontolnya berkedut-kedut memompakan cadangan
air maninya. Aku langsung menjadi sibuk. Mulutku
menampung semprotan air maninya dan aku
berusaha merasakan cairan kental panas itu dengan
lidahku. Aku juga langsung menelannya.
Kami sama-sama rubuh ke ranjang. Nafas-nafas
panjang terdengar memenuhi kamar motel itu. Aku
masih terkapar kelelahan saat Sony bangun dan
merangkulkan tangannya ke dadaku. Aku
merasakan geloranya masih berkobar menyala-
nyala. Dia menyedoti puting susuku. Inilah titik
lemahku. Aku langsung terbangun. Hasrat
syahwatku kembali terbangkit. Lidah Sony yang
menyapu dan bermain di puting susuku
menggelinjangkan tubuhku.
Kini Sony yang sibuk bekerja. Aku merasakan
lidahnya yang melata di dadaku. Dia mengecupi
buah dada dan wilayah igaku. Dia menciumi
dengan rakus ketiakku. Dia nampaknya keranjingan
dengan bulu ketiakku. Ciuman dan jilatan lidah terus
melumat turun ke perutku. Disapunya pusarku
dengan lidahnya.
Tanpa ragu dia melumati selangkanganku. Dia
menaikkan kakiku hingga melipat dan menyentuh
dadaku. Dia mengincar lubang pantatku. Dia jilati
dan sedot apa-apa yang didapatkannya dari analku.
Aku menggelinjang hebat. Rasanya saraf-saraf
birahiku dilolosi oleh tingkah Sony ini.
Kemudian dia dorong tubuhku agar aku nungging.
Aku tahu apa yang dia mau. Aku tiarapkan kepala
dan dadaku ke kasur dan mengangkat pantatku
tinggi-tinggi. Sony dengan rakus menjilat dan
menyedoti lubang analku sebelum akhirnya bangun
dan menaiki aku seperti joki pada kudanya. Dia
menyodomi pantatku.
Aku suka sekali dengan gayanya. Berbeda
sebagaimana Sony di siang hari yang begitu 'tolol',
nampaknya, pada malam ini, dengan memacu aku
sebagai kuda tunggangnya, dia meraih rambutku
untuk dijadikan tali kendalinya. Dia memompakan
kontolnya ke pantatku hingga rasa pedih dan panas
yang menerpa dinding anusku sejuk tersiram oleh
spermanya.
Kami keluar motel sekitar jam 11 malam sesudah 2
jam terus menerus saling melemparkan dendam
syahwatnya. Entah berapa banyak aku minum
spermanya dan dia minum spermaku. Dia
mengantar aku kembali ke Taman Lawang. Dia juga
minta aku menunggunya di malam akhir pekan
depan. Tentu saja aku langsung menyetujuinya.
E N D


Adult | GO HOME | Exit
1/1538
U-ON

inc Powered by Xtgem.com